Mengobati Penyakit Kurang Piknik, Mereguk Hikmah Sejarah di Yordania

Belakangan, ungkapan "kurang piknik" seolah bersinonim dengan "berpikiran sempit". Kini, mudah ditemui dalam percakapan sehari-hari maupun di perbincangan media sosial, ungkapan "kurang piknik" digunakan untuk mengomentari orang yang dinilai "kurang toleran", "kagetan" alias "gumunan", dan "kurang piawai mengendalikan emosi".

Pendek kata, "piknik" dianggap sebagai solusi untuk membuat seseorang lebih berpikiran terbuka, lebih toleran terhadap keberagaman, dan lebih bijak.

Secara pribadi, saya setuju akan hal ini. Bagi saya, jika dilakukan sepenuh penghayatan, piknik atau berwisata dengan mengunjungi berbagai daerah dengan kekhasannya masing-masing dapat menjadikan seseorang lebih baik. 

Di mana pun tempat yang dijadikan destinasi seseorang untuk melancong, pasti ada nilai-nilai kehidupan dan pemahaman-pemahaman baru yang bisa diserap untuk menyegarkan pikiran dan menjadikan diri lebih baik. Menariknya, "menyegarkan pikiran" adalah salah satu pengertian dari rekreasi, yang merupakan sinonim dari kata piknik.

Nilai-nilai kehidupan dan pemahaman-pemahaman baru bisa didapatkan dari penghayatan terhadap aspek wisata yang mana pun, mulai dari khazanah kuliner, kebudayaan masyarakat, hingga aspek yang secara khusus hendak saya bahas dalam tulisan ini: situs bersejarah.

Situs-situs bersejarah senantiasa sarat akan pengetahuan dan hikmah. Karenanya, mengunjungi negara-negara yang memiliki situs bersejarah ikonik selalu menjadi keinginan besar saya.

Dalam hal ini, salah satu negara yang sangat ingin saya kunjungi ialah Yordania. 

Negara Timur-Tengah dengan nama resmi Kerajaan Hasyimiyah Yordania ini memiliki beberapa situs sejarah ikonik, satu di antaranya yang sangat menarik minat saya ialah Gua Ashabul Kahfi.

Gua yang terletak di Abu Alanda, Kota Amman ini merupakan saksi bisu kisah sejarah yang diyakini para penganut agama abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi), yakni kisah para penghuni gua (Ashabul Kahfi).

Ashabul Kahfi adalah tujuh orang pemuda saleh yang, disertai seekor anjing, ditidurkan oleh Tuhan selama 309 tahun bulan (Qomariyah) di dalam gua. Tuhan membuat mereka tidur untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman raja zalim yang berkuasa ketika itu. Sebelum memutuskan lari dan bersembunyi dalam gua, para pemuda ini mendapatkan represi dari sang raja ketika mereka menjalankan kepercayaan mereka pada Tuhan.

Disebutkan beberapa sumber, raja zalim yang dimaksud ialah Dikyanus, yang diperkirakan berkuasa pada 112 Masehi.

Dilansir dari berbagai sumber, penetapan lokasi Gua Ashabul Kahfi didasarkan pada beberapa penelitian sejarah. Disebutkan di detik.com, terdapat 104 penelitian yang membahas masalah ini. Kebanyakan yang dikaji ialah gua yang berada di Amman, Yordania. Bahkan, dikutip dari republika.co.id, melalui penelitian tertentu, Pemerintah Turki secara resmi mengakui bahwa situs Ashabul Kahfi itu terletak di Yordania ini.

Ketimbang hanya membaca atau menonton video, bagi saya, berkunjung langsung ke lokasi yang diyakini sebagai tempat tertidurnya Ashabul Kahfi selama lebih dari tiga abad ini tentu akan menjadi pengalaman yang sangat berkesan.

Dengan menghirup sendiri udara di sana, serta melihat secara langsung dinding gua, lubang cahaya, dan makam yang ada di sana, saya bayangkan saya akan bisa turut merasakan ketegangan yang dirasakan ketujuh pemuda saleh tersebut ketika bersembunyi dari kejaran raja yang zalim. 

Dengan demikian, saya akan semakin meresapi pengertian, bahwa memegang prinsip hidup dan nilai-nilai kebaikan yang kita yakini bukanlah hal yang mudah. Halangan dan rintangan pasti ada. Namun, jika kita teguh pendirian dan mengatasi rasa takut dalam menghadapi segala halangan, Tuhan pasti akan menyelamatkan kita, sebagaimana Dia menyelamatkan Ashabul Kahfi.

Meski Gua Ashabul Kahfi menjadi perhatian utama saya, bukan berarti tidak ada situs bersejarah lain di Yordania. 

Yordania memiliki situs-situs sejarah lain yang menyimpan kisah tak kalah menarik dari Gua Ashabul Kahfi. Menyebut dua di antaranya, yakni Petra dan Wadi Rum.

Petra merupakan situs arkeologi di Ma'an, Yordania, yang dikenal dengan bangunan megah yang dipahat pada bebatuan. Dikutip dari Wikipedia, situs berjuluk "Kota di Dinding Batu" yang diperkirakan dibangun pada tahun 312 Sebelum Masehi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia Unesco.

Adapun Wadi Rum yang berjuluk the valley of the moon (lembah bulan) merupakan lembah yang terletak di Yordania bagian selatan. Disebutkan berbagai sumber, Wadi Rum yang merupakan lembah pasir terbesar di Yordania ini telah dihuni sejak zaman prasejarah.

Lembah ini menyajikan pemandangan yang unik, seolah seperti di planet lain. Banyak yang berkomentar, pemandangan Wadi Rum laksana Planet Mars. 

Baik Petra maupun Wadi Rum, keduanya menyimpan pengetahuan sejarah tentang kehidupan bangsa Nabatea (Nabath), suatu bangsa arab kuno.

Menurut saya, dengan menghayati berapa indahnya Wadi Rum dan menakjubi betapa megah dan indahnya peradaban bangsa Nabatea yang tergambar dalam arsitektur situs Petra, seseorang bisa mengikis sifat sombong dan meningkatkan kearifan dalam dirinya.

Melihat betapa suatu bangsa kuno bisa membangun peradaban yang sedemikian majunya, seharusnya seseorang akan merasa malu untuk menyombongkan diri.

Dari uraian di atas, saya rasa, mengunjungi Yordania akan menjadi pengalaman berharga dalam hidup. Saya harap, setidaknya satu kali seumur hidup, saya bisa berkunjung ke sana suatu hari nanti.

Catatan:

Gambar cover diambil dari ammancity.gov.jo

 

#gapakedropsinyal #iziroam #TravelwithIziroam